Patrick Star (Sloth)
Bill Fagerbakke sebagai Patrick Star dalam episode Arrgh!/Rock Bottom SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Teori fan menilai Patrick Star sebagai sosok yang merepresentasikan kemalasan berlebih alias Sloth. Sifat malas Patrick itu menjadi salah satu yang paling menonjol dalam cerita.
Ia dikenal sebagai karakter pemalas hingga pernah mendapatkan penghargaan karena tidak melakukan apa pun. Sifat malas juga tampak dari gaya bicara Patrick yang lambat hingga seperti meracau tak jelas.
Gary dalam episode FarmerBob/Gary & Spot SpongeBob SquarePants. (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Sifat Gluttony atau rakus melekat dalam Gary, siput peliharaan SpongeBob. Gary diibaratkan menjadi sifat itu karena tidak banyak berbuat selain makan.
Bahkan, salah satu episode menunjukkan Gary kabur karena tidak diberi makan. SpongeBob juga sering memberi makan Gary dengan porsi yang berlebihan.
Plankton dalam Serial SpongeBob SquarePants. (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Plankton menjadi salah satu karakter dengan kepribadian yang ikonis, yakni iri terhadap keberhasilan Mr. Krabs. Sifat itu menjadi representasi dari dosa dalam seven deadly sins, Envy atau iri.
Kepribadian itu terlihat jelas dari sikap Plankton yang amat terobsesi resep rahasia Krusty Krab. Ia melakukan segala cara agar dapat mencuri resep rahasia milik Mr. Krabs tersebut.
Tom Kenny sebagai SpongeBob dan Clancy Brown sebagai Mr. Krabs dalam episode Kenny the Cat/Yeti Krabs Patty SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Sementara itu, Mr. Krabs yang menjadi bos SpongeBob sekaligus pesaing Plankton juga menjadi simbol salah satu dari tujuh dosa mematikan.
Ia merupakan simbol dari Greed alias sifat serakah. Keserakahan Mr. Krabs bisa dilihat dari sifatnya yang begitu cinta dengan uang. Hal itu membuatnya mencoba mencari keuntungan dari semua yang terjadi di Bikini Bottom.
Dari sini pula berkembang teori yang lebih mengerikan, yakni Mr. Krabs adalah kanibal karena menggunakan daging kepiting untuk Krabby Patty sehingga membuat makanan itu begitu spesial dan laris di pasaran.
Rodger Bumpass sebagai Squidward dalam episode Mustard O' Mine/Shopping List SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Kemarahan alias Wrath juga masuk salah satu sifat dalam Seven Deadly Sins. Dosa tersebut ditampilkan dari karakter Squidward.
Karakter cumi-cumi penggerutu itu dikisahkan selalu marah terhadap tingkah polah SpongeBob, terutama ketika bersama Patrick. Ia menjadi orang yang mudah marah dan begitu sensitif.
Sandy Cheeks dalam serial animasi SpongeBob SquarePants. (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Sandy digambarkan sebagai karakter yang amat kompetitif, memiliki ego tinggi, dan sangat mengagungkan asal-usulnya. Ia juga seringkali memamerkan kecerdasan dan tubuhnya yang bugar serta atletis.
Kecenderungan sombong tersebut menjadikan Sandy menjadi karakter yang identik dengan sifat sombong atau Pride.
SpongeBob sebagai karakter utama turut disorot sebagai salah satu karakter yang menjadi simbol dari Seven Deadly Sins. Meski kerap dikaitkan dengan nafsu seksual, lust dalam serial ini lebih menggambarkan perasaan SpongeBob yang berlebihan.
Sifat itu terlihat dari SpongeBob yang begitu mencintai karakter lain hingga tahap mengganggu, tanpa memedulikan respons atau sikap sekitarnya. Salah satunya adalah Squidward yang bahkan kerap tidak menganggap SpongeBob temannya.
SpongeBob juga terlihat punya keinginan kuat untuk dicintai, apa pun konsekuensinya.
Rodger Bumpass dan Tom Kenny sebagai Squidward dan SpongeBob dalam episode Man Ray Returns/Larry the Floor Manager SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Ketika masih hidup, Stephen Hillenburg selaku kreator sama sekali tidak mengomentari teori seven deadly sins dalam serial SpongeBob SquarePants. Namun, ia sempat mengungkapkan inspirasi di balik serial hit itu.
"Saya ingin SpongeBob begitu mencintai pekerjaannya. Saya selalu membayangkan seorang anak pergi ke McDonald's dan melihat karyawannya memasak dan berpikir itu adalah pekerjaan terbaik di dunia ini: 'Kamu bisa makan hamburger selamanya!" kata Hillenburg kepada Guardian pada 2016.
IfOverview Gallery Plot Skills and Abilities Relationships
Human Form Mini Form Daemonium Form Sloth Occupation Pemilik KoalaBear Spa & Health Also Known As Sang Kemalasan, Mata-Mata Para Dosa
Pemilik KoalaBear Spa & Health
Sang Kemalasan, Mata-Mata Para Dosa
Sloth adalah dosa besar yang menduduki peringkat keempat. Rival dari Sloth adalah Diligence. Ia dan Gluttony datang ke dunia manusia bersama Wrath untuk menjalankan suatu misi.[1]
Simbol Sloth berbentuk lingkaran elips bercahaya ungu gelap dengan garis lurus di atas dan di bawahnya.
Wujud manusia Sloth adalah perempuan yang berumur 17 tahun dan tampak kecil sebagai gadis Asia. Ia berpakaian hitam hingga pinggang, mata dan rambutnya berwarna ungu, rambutnya diikat kuncir dua dengan aksesoris berwarna hitam seperti bulu tebal dan penutup mata yang berwarna hitam bergambar mata biru. Penutup mata ini digunakan pada saat Sloth mengaktifkan Verhurn Modum.[2]
Penampilannya berubah pada Episode 81 karena mengenakan battle suit. Sloth memakai baju baru berwarna putih yang terdapat pita pink besar di tengahnya, celana pendek berwarna biru dengan simbolnya yang berwarna ungu di bagian kanan dan kiri bajunya. Aksesoris bulu hitamnya telah diganti menjadi pita pink dan putih yang kecil.
Wujud kecil Sloth adalah koala ungu dengan mata pink. Sesuai dengan wujudnya yang kecil, Verhurn pun secara otomatis menjadi lebih kecil. Di lehernya terdapat bulu berwarna merah muda pastel yang berbulu dan kancing biru di tengah-tengah bulunya. Ekornya berukuran kecil selayaknya koala biasa tetapi dengan warna ungu yang selaras dengan warna tubuhnya.
Wujud daemonium Sloth memiliki ukuran yang cukup besar, dengan sepasang tanduk warna hitam yang meruncing ke atas. Warna dominan wujud daemoniumnya adalah kelabu hitam, sama seperti Verhurn. Terdapat bagian yang mirip wajah warna putih dan dilengkapi garis-garis hitam yang menyusuri bagian 'wajah' serta gigi-gigi putih besar. Terdapat dua bagian wajah yang memanjang sampai perut dengan simbol Sloth tergambar di ujungnya. Sebuah lubang besar membuka pada bagian dada dengan juluran yang memusat warna hitam. Daemonium Sloth memiliki tubuh bagian bawah yang seperti akar pohon besar berkilauan. Terdapat palang warna biru dengan empat sisi palang terdapat 4 benang yang muncul untuk mengendalikan Verhurn mode nightmare.
Sloth adalah roh dosa paling pemalas di antara dosa lainnya, sesuai namanya. Tingkat kemalasannya sampai di tahap dia bisa tidur sambil berjalan dan atau berdiri. Itulah sebabnya Sloth selalu terlihat mengantuk dalam situasi apapun. Sloth juga merupakan roh dosa yang paling pendiam, hal tersebut dapat dibuktikan dari bawaan sifatnya yang malas mengeluarkan energi, bahkan untuk bicara sekalipun. Bermain game adalah satu-satunya hal yang membuatnya bersemangat.
Game dan tidur merupakan prioritas tertinggi untuknya, terbukti saat situasi kritis yang terjadi di New Zealand. Dia masih memilih untuk tidak ikut campur dan malah bermain game dengan tenangnya atau saat kejadian ia dan Gluttony yang ditangkap oleh Greed, Sloth masih terlihat cukup santai sementara saudaranya (Gluttony) terlihat cukup panik menghadapi Greed yang menangkap mereka berdua.
Tetapi di samping sifat acuh tak acuhnya tersebut, Sloth masih mampu membedakan mana situasi yang harus disikapinya dengan serius dan membuatnya melupakan fokusnya terhadap game atau situasi yang membuatnya santai dan berbalik tidur. Sloth juga merupakan pendengar yang baik, seperti yang ditunjukkan ketika Marco menceritakan kisahnya padanya. Ia tidak mengutarakan kata kosong untuk menyemangati tetapi diamnya justru membuat orang yang curhat padanya merasa tenang.
mungkin beberapa dari teman-teman pernah mendengar hal ini. tapi ada baiknya untuk dijelaskan terlebih dahulu agar yang lain bisa mengerti. bagi penggemar FMA pasti sudah tidak asing lagi dengan kata ini. 7 dosa besar adalah iri hati(envy), lust(hawa nafsu), gluttony(rakus), wrath(amarah), greed(serakah), sloth(malas), dan sombong(pride). mari kita bahas satu per satu tentang dosa tersebut.
Iri hati atau dalam bahasa inggrisnya envy. kata ini dari bahasa latin invidia, artinya ketidaksukaan terhadap kelebihan atau kebaikan orang lain. iri hati sering muncul karena orang lain memiliki sesuatu tetapi kita tidak memilikinya.
Hawa nafsu atau lust berasal dari bahasa latin luxuria. lust lebih diartikan ke hawa seksual yang tak terkendali, menghalalkan segala cara demi kepuasaan pribadi.
rakus dalam bahasa inggris gluttony berasal dari bahasa latin gula. rakus di sini bukan rakus akan kedudukan tetapi rakus terhadap makanan. memang makanan adalah hal pokok untuk bertahan hidup dan berkembang biak tetapi bila berlebihan akan merusak diri sendiri. maksud berlebihan seperti makan terlalu awal, makan terlalu mewah, makan terlalu banyak, makan terlalu bernafsu, suka pilih-pilih makanan atau asal makan.
amarah atau wrath berasal dari bahasa latin ira. amarah dekat dengan marah, benci, balas dendam, penolakan, dan ketidaksabaran. tetapi dari semua itu ada 1 dosa yang tidak bisa termaafkan bagaimanapun caranya yaitu bunuh diri(suicide).
tamak atau greed dari bahasa latin avaritia. greed artinya keinginan untuk memiliki semuanya. harta, kekuasaan, dan wanita. semuanya ingin di dalam genggaman. sedikit cerita kuno yaitu seorang malaikat yang bernama lucifer, karena ketamakannya ingin menjadi penguasa seperti Tuhan akhirnya dia dijatuhkan ke neraka dan menjadi iblis.
malas atau sloth berasal dari bahaasa latin acedia. sepintas dosa ini terlihat 'kecil' tetapi kita harus ingat hal besar bisa terjadi karena di awali dari hal kecil. hal kecil itu misalnya adalah tidak mengerjakan apa yang harus dikerjakan, gagal mengembangkan apa yang harus dikembangkan, dan yang paling merakyat adalah menunda pekerjaan.
sombong atau pride dari bahasa latin superbia. inilah sumber dari segala dari dosa, dialah yang pertama dari segala dosa. kesombongan pada diri sendiri. kesombongan ini semakin besar karena manusia memiliki derajat paling tinggi di antara ciptaan-Nya, semakin besarlah sombongnya sebagai makhluk yang memiliki derajat tertinggi.
kenapa saya menulis tentnag ini? jawabannya sederhana, karena tertarik. alasan lainnya mungkin terlalu suka baca FMA soalnya disana banyak dibicirakan tentang 7 dosa . 7 dosa itu berbentuk manusia ciptaan, bukan hanya manusia biasa tapi manusia yang memiliki kemampuan khusus. kesamaan dari mereka adalah mereka tidak bisa mati.
tulisan ini hasil buatan sendiri dan refenrensi dari
Serial anime Seven Deadly Sins atau dalam bahasa Jepang disebut Nanatsu no Taizai punya cerita dan karakter yang unik. Menceritakan babak peperangan Holy War yang sangat pelik, di dalamnya kita akan menemukan tujuh karakter utama yang sangat kuat. Sebagai sebuah organisasi, Seven Deadly Sins beranggotakan tujuh personil yang kuat tapi punya permasalahan tersendiri.
Para anggota Seven Deadly Sins berasal dari berbagai ras. Diambil dari simbol keagamaan, anggota di dalamnya mewakili dosa terberat. Kekuatan para anggotanya pun disimbolkan dari dosa-dosa ini. Para penggemar mungkin punya karakter favorit jika bicara soal kekuatan unik masing-masing anggotanya.
Nah, buat kalian yang mungkin penasaran sama anime ini, KINCIR ingin kasih tahu makna dan kekuatan para anggota Seven Deadly Sins. Simak baik-baik, ya!
King, Grizzly’s Sin of Sloth
King adalah sebutan yang dia peroleh sebagai pewaris Kerajaan Peri. Karakter bernama asli Harlequin ini adalah pangeran yang sangat malas lantaran dirinya hanya suka tidur dan makan saja. Parasnya pun sempat berubah menjadi gendut meski dirinya bisa berubah lagi menjadi anak kecil yang kurus.
Kekuatan King bertumpu pada senjata tombak saktinya bernama Chastiefol dan bantal besar miliknya yang bisa berubah wujud. Jika bersungguh-sungguh, King bisa membangkitkan senjatanya menjadi pembunuh yang berbahaya. Sayangnya, King benar-benar punya masalah yang pelik dengan rasa malasnya terlebih kesan acuh tak acuh pada apa pun.
Historical and modern definitions, views, and associations
According to Catholic prelate Henry Edward Manning, the seven deadly sins are seven ways of eternal death.[18] The Lutheran divine Martin Chemnitz, who contributed to the development of Lutheran systematic theology, implored clergy to remind the faithful of the seven deadly sins.[19]
Listed in order of increasing severity as per Pope Gregory I, 6th-century A.D., the seven deadly sins are as follows:
Lust or lechery is intense longing. It is usually thought of as intense or unbridled sexual desire,[20] which may lead to fornication (including adultery), rape, bestiality, and other sinful and sexual acts; oftentimes, however, it can also mean other forms of unbridled desire, such as for money, or power. Henry Edward Manning explains that the impurity of lust transforms one into "a slave of the devil".[18]
Lust is generally thought to be the least serious capital sin.[21][22] Thomas Aquinas considers it an abuse of a faculty that humans share with animals and sins of the flesh are less grievous than spiritual sins.[23]
Gluttony is the overindulgence and overconsumption of anything to the point of waste. The word derives from the Latin gluttire, meaning to gulp down or swallow.[24] One reason for its condemnation is that the gorging of the prosperous may leave the needy hungry.[25]
Medieval church leaders such as Thomas Aquinas took a more expansive view of gluttony,[25] arguing that it could also include an obsessive anticipation of meals and overindulgence in delicacies and costly foods. Aquinas also listed five forms of gluttony:[26]
In the words of Henry Edward Manning, avarice "plunges a man deep into the mire of this world, so that he makes it to be his god".[18]
As defined outside Christian writings, greed is an inordinate desire to acquire or possess more than one needs, especially with respect to material wealth.[27] Aquinas considers that, like pride, it can lead to evil.[28]
Sloth refers to many related ideas, dating from antiquity and including mental, spiritual, pathological, and physical states.[29] It may be defined as absence of interest or habitual disinclination to exertion.[30]
In his Summa Theologica, Saint Thomas Aquinas defined sloth as "sorrow about spiritual good".[28]
The scope of sloth is wide.[29] Spiritually, acedia first referred to an affliction attending religious persons, especially monks, wherein they became indifferent to their duties and obligations to God. Mentally, acedia has a number of distinctive components; the most important of these is affectlessness, a lack of any feeling about self or other, a mind-state that gives rise to boredom, rancor, apathy, and a passive inert or sluggish mentation. Physically, acedia is fundamentally associated with a cessation of motion and an indifference to work; it finds expression in laziness, idleness, and indolence.[29]
Sloth includes ceasing to utilize the seven gifts of grace given by the Holy Spirit (Wisdom, Understanding, Counsel, Knowledge, Piety, Fortitude, and Fear of the Lord); such disregard may lead to the slowing of spiritual progress towards eternal life, the neglect of manifold duties of charity towards the neighbor, and animosity towards those who love God.[18]
Unlike the other seven deadly sins, which are sins of committing immorality, sloth is a sin of omitting responsibilities. It may arise from any of the other capital vices; for example, a son may omit his duty to his father through anger. The state and habit of sloth is a mortal sin, while the habit of the soul tending towards the last mortal state of sloth is not mortal in and of itself except under certain circumstances.[18]
Emotionally, and cognitively, the evil of acedia finds expression in a lack of any feeling for the world, for the people in it, or for the self. Acedia takes form as an alienation of the sentient self first from the world and then from itself. The most profound versions of this condition are found in a withdrawal from all forms of participation in or care for others or oneself, but a lesser yet more noisome element was also noted by theologians. Gregory the Great asserted that, "from tristitia, there arise malice, rancour, cowardice, [and] despair". Chaucer also dealt with this attribute of acedia, counting the characteristics of the sin to include despair, somnolence, idleness, tardiness, negligence, laziness, and wrawnesse, the last variously translated as "anger" or better as "peevishness". For Chaucer, human's sin consists of languishing and holding back, refusing to undertake works of goodness because, they tell themselves, the circumstances surrounding the establishment of good are too grievous and too difficult to suffer. Acedia in Chaucer's view is thus the enemy of every source and motive for work.[31]
Sloth subverts the livelihood of the body, taking no care for its day-to-day provisions, and slows down the mind, halting its attention to matters of great importance. Sloth hinders the man in his righteous undertakings and thus becomes a terrible source of human's undoing.[31]
Wrath can be defined as uncontrolled feelings of anger, rage, and even hatred. Wrath often reveals itself in the wish to seek vengeance.[32]
According to the Catechism of the Catholic Church, the neutral act of anger becomes the sin of wrath when it is directed against an innocent person, when it is unduly strong or long-lasting, or when it desires excessive punishment. "If anger reaches the point of a deliberate desire to kill or seriously wound a neighbor, it is gravely against charity; it is a mortal sin". Hatred is the sin of desiring that someone else may suffer misfortune or evil and is a mortal sin when one desires grave harm.[33]
People feel angry when they sense that they or someone they care about has been offended, when they are certain about the nature and cause of the angering event, when they are certain someone else is responsible, and when they feel that they can still influence the situation or cope with it.[34]
Henry Edward Manning considers that "angry people are slaves to themselves".[18]
Envy is characterized by an insatiable desire like greed and lust. It can be described as a sad or resentful covetousness towards the traits or possessions of someone else. It comes from vainglory[35] and severs a man from his neighbor.[18]
According to St. Thomas Aquinas, the struggle aroused by envy has three stages: during the first stage, the envious person attempts to lower another's reputation; in the middle stage, the envious person receives either "joy at another's misfortune" (if he succeeds in defaming the other person) or "grief at another's prosperity" (if he fails); and the third stage is hatred because "sorrow causes hatred".[36]
Bertrand Russell said that envy was one of the most potent causes of unhappiness, bringing sorrow to committers of envy, while giving them the urge to inflict pain upon others.[37]
Pride, also known as hubris (from Ancient Greek ὕβρις) or futility, is considered the original and worst of the seven deadly sins on almost every list, the most demonic.[38] It is also thought to be the source of the other capital sins. Pride is the opposite of humility.[39][40]
C. S. Lewis writes in Mere Christianity that pride is the "anti-God" state, the position in which the ego and the self are directly opposed to God: "Unchastity, anger, greed, drunkenness and all that, are mere fleabites in comparison: it was through Pride that Lucifer became wicked: Pride leads to every other vice: it is the complete anti-God state of mind."[41] Pride is understood to sever the spirit from God, as well as His life-and-grace-giving Presence.[18]
One can be prideful for different reasons. Author Ichabod Spencer states that "spiritual pride is the worst kind of pride, if not worst snare of the devil. The heart is particularly deceitful on this one thing."[42] Jonathan Edwards said: "remember that pride is the worst viper that is in the heart, the greatest disturber of the soul's peace and sweet communion with Christ; it was the first sin that ever was and lies lowest in the foundation of Lucifer's whole building and is the most difficultly rooted out and is the most hidden, secret and deceitful of all lusts and often creeps in, insensibly, into the midst of religion and sometimes under the disguise of humility."[43]
The modern use of pride may be summed up in the biblical proverb, "Pride goeth before destruction, a haughty spirit before a fall" (abbreviated "Pride goeth before a fall", Proverbs 16:18). The "pride that blinds" causes foolish actions against common sense.[44] In political analysis, "hubris" is often used to describe how leaders with great power over many years become more and more irrationally self-confident and contemptuous of advice, leading them to act impulsively.[44]
Acedia is the neglect to take care of something that one should do. It is translated to apathetic listlessness; depression without joy. It is related to melancholy; acedia describes the behaviour and melancholy suggests the emotion producing it. In early Christian thought, the lack of joy was regarded as a willful refusal to enjoy the goodness of God. By contrast, apathy was considered a refusal to help others in times of need.
Acēdia is the negative form of the Greek term κηδεία (Kēdeia), which has a more restricted usage. "Kēdeia" refers specifically to spousal love and respect for the dead.[45]
Pope Gregory combined this with tristitia into sloth for his list. When Thomas Aquinas described acedia in his interpretation of the list, he described it as an "uneasiness of the mind", being a progenitor for lesser sins such as restlessness and instability.[46]
Acedia is currently defined in the Catechism of the Catholic Church as spiritual sloth, believing spiritual tasks to be too difficult.[47] In the fourth century, Christian monks believed that acedia was primarily caused by a state of melancholia that caused spiritual detachment instead of laziness.[48]
Vainglory is unjustified boasting. Pope Gregory viewed it as a form of pride, so he folded vainglory into pride for his listing of sins.[10] According to Aquinas, it is the progenitor of envy.[35]
The Latin term gloria roughly means boasting, although its English cognate glory has come to have an exclusively positive meaning. Historically, the term vain roughly meant futile (a meaning retained in the modern expression "in vain"), but by the fourteenth century had come to have the strong narcissistic undertones which it still retains today.[49]
According to a 2009 study by the Jesuit scholar Fr. Roberto Busa, the most common deadly sin confessed by men is lust and the most common deadly sin confessed by women is pride.[50] It was unclear whether these differences were due to the actual number of transgressions committed by each sex or whether differing views on what "counts" or should be confessed caused the observed pattern.[51]
SpongeBob SquarePants merupakan serial kartun hit yang menghiasi layar kaca selama puluhan tahun. Serial kartun itu menghibur anak-anak berbagai generasi lewat cerita berlatar dunia bawah laut, Bikini Bottom.
Cerita itu menampilkan kehidupan SpongeBob SquarePants bersama karakter di sekitarnya, seperti Patrick Star, Squidward, Sandy, dan Mr. Krabs.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka kerap berurusan dengan tingkah polah SpongeBob dan Patrick yang mengundang gelak tawa. Kisah mereka menjadi semakin berwarna karena setiap karakter juga punya sifat dan latar belakang yang beragam.
Namun, di balik itu, sejumlah karakter SpongeBob SquarePants diyakini memiliki makna lebih dalam, salah satunya adalah teori tujuh karakter serial itu merepresentasikan tujuh dosa mematikan atau seven deadly sins.
Ajaran yang dimuat di Alkitab itu menyebut terdapat dosa-dosa tercela di dalam ajaran Kristen. Ketujuh dosa tersebut, yakni Sloth (malas), Gluttony (rakus), Pride (sombong), Lust (nafsu), Greed (serakah), Envy (iri), dan Wrath (amarah).
SEVEN DEADLY SINS: SLOTH | Jenifer Ehiliani Nonitana, S.Si-Teol.
Dosa pertama-tama bukanlah soal perbuatan melainkan dosa adalah kuasa yang membuat manusia tunduk pada penghukuman, dan ini mengarah pada hilangnya persekutuan dan partisipasi dalam Allah (Calvin 1847: Kej 2:2,2.32). Melalui kemalasan dosa ingin kita terpisah dari Allah selamanya dan tidak berpartisipasi dalam pekerjaan-Nya bagi dunia ini. Cara kerjanya meningkat: tingkat 1: malas gerak, tingkat 2: keputusasaan, tingkat 3: kemalasan untuk tahu kehendak Tuhan, kebaikan bagi sesama dan bagi alam ciptaanNya. Meskipun tingkat pertama bukanlah dosa, itu berpeluang naik tingkat dan ditingkat 2 lalu 3 itulah kemalasan menjadi perbuatan dosa. From Laziness to Sloth. Tingkat pertama gampang kelihatan tapi tingkat ke-2 dan ke-3 ada di bawahnya seperti piramida terbalik.Â
Kemalasan dalam arti Sloth atau bahasa Latinnya Acedia adalah gejala dari sikap berdosa terhadap hidup, yang tidak melihat harapan dan tidak bersyukur. Acedia mengarahkan kita pada keputusasaan tetapi perlu diingat bahwa Acedia tidak sama dengan depresi, kecemasan, atau masalah kesehatan mental lainnya. Keputusasaan yang muncul dari acedia adalah wujud persetujuan manusia pada gagasan yang ditawarkan dosa bahwa sifat manusia tidak dapat bekerja sama dengan anugerah Tuhan, bahwa orang yang putus asa itu terlalu jahat untuk diselamatkan, atau bahwa Tuhan telah membuangnya. Lalu manusia lupa itu adalah penolakan terhadap kebaikan Tuhan. Itu bukan kenyataan melainkan âdunia imajinerâ.Â
Bagi kita yang juga bertanya: Apakah mager (malas gerak) itu dosa? Apakah menunda cuci piring itu dosa?â Apakah lamban mengerjakan sesuatu itu dosa? Saya jawab: Bukan, itu hanya malas biasa tetapi jangan didiamkan karena âmalas biasaâ itu juga bisa menjadi âmalas dosaâ. Anda punya tugas pribadi: cermati apakah magermu itu karena capek, ada masalah mental di sana, atau magermu itu wujud dari sesuatu yang lebih dalamya yaitu keputusasaan akan anugerah Tuhan yang mampu menyelamatkan bukan hanya nanti tetapi kini dan di sini? Apabila jawabannya âYa, saya malas karena sudah putus asa. Saya tidak lagi peduli pada hidup saya dan orang lain. Saya dan dunia ini sudah busukâ Maka kemalasan anda itu dari dosa dan merupakan perbuatan berdosa. Acedia/Sloth/Kemalasan adalah wujud keputusasaan spiritual yang membuat manusia tenggelam dalam kesedihan meratapi hidup tanpa harapan sehingga tidak lagi mau peduli pada dirinya dan pada keadaan sekitar. Apa bentuknya dalam hidup sehari-hari?Â
1) Sloth membawa manusia pada ketidakpedulian yang berarti pengingkaran pada hakikat manusia sebagai makhluk komunal dan sosial diingkari. Sloth mungkin ada pada kita yang aktif pelayanan di gereja tetapi tidak peduli pada apa yang terjadi di rumah kita apalagi peduli pada apa yang terjadi dengan orang-orang yang melayani bersama kita. Sloth mungkin ada di antara orang-orang yang menjadi penonton ketika ada aksi main hakim sendiri.Â
2) Sloth mematikan semangat untuk merayakan kehidupan lengkap dengan panggilan untuk bekerja: âUdah biasa aja, yang penting setor tugasnya. Gak usah maksimal-maksimal, paling juga nilai dari dosennya minimal. Mending cepat kirim lalu main lagiâ âDuh, besok Senin lagi, kerja lagi. Enak ya kalau tanggal di kalendernya merah terus.âÂ
Mati sebelum mati. Punya iman tapi gak ngapa-ngapain.Â
3) Sloth membuat kita hidup dalam dunia imajiner sebagai sadboy atau sadgirl yang meratap setiap malam sampai bantalmu penuh gambar bekas genangan air mata. Kamu suka sama seseorang tapi kamu berlindung di balik Fajar Sadboy quotes: âPercuma dekat kalau nggak jadian, seperti tukang fotokopi bilang ini mau ditunggu atau ditinggalâ âorang yang berjuang akan kalah kalau sama yang beruangâ laaah nembak aja beloom udah quat-quote aee. Maju! mencinta adalah hak segala bangsa kita!Â
4) Pada puncaknya, ini yang paling berbahaya dari Sloth yaitu mematikan semangat hidup dengan membangun dunia imajiner bahwa ada yang lebih baik daripada menjalani dengan sepenuh tenaga hidup ini. Sloth berkata dalam hati: Masalahmu sudah menumpuk, tidak ada jalan keluar, dunia ini sudah busuk, isinya orang-orang yang tidak mendengar dan melihatmu melainkan menghakimi. Sudahlah, akhiri hidupmu, akhiri penderitaanmu. Sloth tampak sebagai yang peduli dan menawarkan jalan keluar tetapi ia menggiringmu untuk berontak di hadapan Sang Pemilik Kehidupan dengan cara: akhiri hidupmu.Â
Sampai di sini kita tahu bahwa kemalasan dalam arti sloth, lebih dari sekadar malas atau lamban. Itu adalah dosa yang tampak menawarkan kehidupan tetapi sesungguhnya membawa pada kematian. Kita tidak bisa mengatasi dosa ini, tetapi ada Dia, yang memberi diriNya untuk mati supaya kita sungguh-sungguh hidup. Jangan lagi mengikuti dosa tetapi seperti yang dikatakan dalam Efesus 5:1-2 Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.Â
Sloth is the avoidance of physical or spiritual work.
You're shiftless, lazy, and good fer nuthin'.
Associated symbols & suchlike
Sloth is linked with the goat and the color light blue.
sloth, in Roman Catholic theology, one of the seven deadly sins. According to the Catechism of the Catholic Church, issued by the Vatican in 1992, sloth is the “culpable lack of physical or spiritual effort.” The terms sloth and acedia are often used interchangeably, but some theologians distinguish acedia as a form of spiritual sloth that stems from laxity in spiritual or ascetic practices, which leads to discouragement and temptation. Therefore, “busyness” can be regarded as a form of sloth, because it may involve preoccupying oneself with worldly things to avoid spiritual or inner reflection. Unlike mere laziness, the sin of sloth conveys a willful refusal of the joy that comes from God’s love and even repels divine goodness.
As a deadly sin, sloth is believed to spur other sins and further immoral behavior. According to Roman Catholic theology, sloth, in particular, can tempt one away from prayer, and it can be countered with joy as well as the heavenly virtues of diligence and charity. The seven deadly sins were first enumerated by St. Gregory the Great (540–604) and were elaborated by St. Thomas Aquinas (1224/25–1274). In addition to sloth, the deadly sins are pride, wrath, greed, envy, gluttony, and lust.
In the Bible sloth is forbidden by the Ten Commandments, which require proper observance of the Sabbath by foregoing labor so that one can worship God instead. In the Old Testament sloth is one of the sins cited in God’s judgment upon the wicked city of Sodom, whose inhabitants are described in the Book of Ezekiel as “proud, sated with food, complacent in prosperity. They did not give any help to the poor and needy” (16:49). A famous reference in Psalms to “the plague that ravages at noon” (91:6)—translated as “the noonday demon” or “the noonday devil” in some Bibles—is often interpreted to mean acedia because of the midday tendency to become tempted by distraction and restlessness.
In the New Testament the Gospel According to Matthew has several references to the importance of tending to one’s duties, including prayer. In the parable of the weeds, Jesus tells a story of a farmer’s wheat field that is sown with weeds while everyone sleeps (Matthew 13:24–30). He then explains, “The weeds are the children of the evil one, and the enemy who sows them is the devil” (Matthew 13:38–39). In the account of the night before Jesus’ arrest in the garden of Gethsemane, Jesus admonishes his disciples for sleeping rather than praying and keeping watch with him: “So you could not keep watch with me for one hour? Watch and pray that you may not undergo the test. The spirit is willing, but the flesh is weak” (Matthew 26:40–41).
In Dante’s 14th-century epic poem The Divine Comedy, the slothful are assigned to a terrace in purgatory, where they purge their sin by running around the terrace without rest. In many other examples of medieval Christian art, sloth is represented in the form of a sleeping figure or figures. Dutch painter Abraham Bloemaert’s 17th-century painting Parable of the Wheat and the Tares, which depicts Jesus’ parable of the weeds, foregrounds a group of nude peasants asleep beneath a dovecote while a horned devil sows the field with weeds in the background.
In the modern secular era sloth is often portrayed humorously or to convey a subversive attitude toward society. Notable modern slothful characters include Homer Simpson in the animated television series The Simpsons (1989–); the unambitious twentysomethings of Austin, Texas, in Richard Linklater’s film Slacker (1990); and “The Dude” in the Coen brothers’ meandering neo-noir The Big Lebowski (1998). In the novel My Year of Rest and Relaxation (2018) by Ottessa Moshfegh, a disaffected young woman deliberately spends a year in drug-induced sleep after the death of her parents.
Early in the COVID-19 pandemic in 2020, Pope Francis warned Christians against succumbing to sadness and sloth during lockdowns. In a homily for a live-streamed mass, he preached the story of Jesus’ healing of a man at the pool of Bethesda, from the Gospel According to John. The story tells of a man who had been paralyzed for 38 years and who responds to Jesus’ question of whether he wants to be healed with further complaints about his condition. The pope described the man as “sick with sloth,” which he compared to a poison, a fog, and a drug.
Set of vices in Christian theology
The seven deadly sins (also known as the capital vices or cardinal sins) function as a grouping classification of major vices within the teachings of Christianity.[1] According to the standard list, the seven deadly sins in Christianity are pride, greed, wrath, envy, lust, gluttony, and sloth.
In Christianity, the classification of deadly sins into a group of seven originated with Tertullian, and continued with Evagrius Ponticus.[2] The concepts of the sins involved were in part based on Greco-Roman and Biblical antecedents. Later, the concept of seven deadly sins evolved further, based upon historical context based upon the Latin language of the Roman Catholic Church, though with a significant influence from the Greek language and associated religious traditions. Knowledge of the seven deadly sin concept is known through discussions in various treatises and also depictions in paintings and sculpture, for example architectural decorations on certain churches of certain Catholic parishes and also from certain older textbooks.[1] Further information has been derived from patterns of confessions.
Subsequently, over the centuries into modern times, the idea of sins (especially seven in number) has influenced or inspired various streams of religious and philosophical thought, fine art painting, and modern popular culture media such as literature, film, and television.
Gowther, Goat’s Sin of Lust
Meskipun karakter Gowther mewakili dosa lust alias nafsu, kita melihat kalau dirinya sangat kalem. Ternyata, Gowther yang menjadi anggota Seven Deadly Sins adalah boneka buatan seorang penyihir dari klan Iblis. Inilah mengapa dirinya enggak punya hasrat lantaran tubuhnya merupakan benda mati.
Meski begitu, Gowther bisa menggunakan nafsu untuk mengendalikan lawan-lawannya. Kekuatan miliknya, Invasion bisa membuat lawannya terperdaya oleh ilusi. Gowther diceritakan punya sebuah panah bernama Herritt yang jika ditembakkan bisa membuat lawannya terkena mantra ini.
Ban, Fox’s Sin of Greed
Rasa serakah jadi salah satu dosa yang paling besar. Inilah yang menghampiri sosok Ban, manusia yang kala itu mengejar keabadian. Dalam latar belakangnya, Ban diceritakan memperoleh keabadian dengan meminum Fountain of Youth di Kerajaan Peri. Ban pun berubah menjadi immortal meski dirinya lebih suka dipanggil sebagai undead alias enggak bisa mati.
Di dalam anime, Ban adalah salah satu karakter yang cukup problematik. Berparas paling seram di antara tujuh lainnya, Ban pun punya sisi lain yang cukup menyentuh. Dia merasa punya hutang sangat besar lantaran diselamatkan oleh Elaine dari serangan Iblis Merah. Inilah mengapa Ban jadi anggota yang ingin keluar lantaran tujuan hidupnya adalah mencari dan menghidupkan kembali Elaine.
Berikut teori hubungan karakter SpongeBob SquarePants dengan seven deadly sins.
Your punishment in Hell will be
You'll be thrown into snake pits. Dance, sinner, dance!
Meliodas, Dragon’s Sin of Wrath
Di dalam anime, Meliodas adalah kapten dan pemimpin dari organisasi ini. Dirinya mewakili dosa wrath alias amarah. Inilah kenapa Meliodas sangat takut membangkitkan potensi kekuatan terdalamnya karena karakter ini bisa menjelma jadi iblis yang menakutkan dan mengancam siapa pun termasuk kawan-kawannya.
Di dalam anime, kekuatan utama Meliodas bernama Full Counter di mana dirinya bisa membalikkan serangan musuh. Selain itu, Meliodas juga bisa melakukan revenge alias balas dendam saat dirinya akan menerima serangan musuh dan mengembalikannya berkali-kali lipat. Meski berwujud anak kecil, Meliodas bisa marah besar kalau terpojok!